Bulan April adalah bulan kesadaran kekerasan seksual (Sexual Assault Awareness Month) tapi kita justru disuguhi dengan berita maraton tentang berbagai kekerasan seksual yang terjadi. Ada dokter yang melakukan pemerkosaan dan pelecehan saat memeriksa pasien, guru besar yang melakukan pelecehan seksual, guru yang memamerkan alat kelaminnya pada siswanya yang masih SD, laki-laki yang masturbasi di transportasi publik, seorang oknum dokter yang mengintip mahasiswi mandi dan masih banyak lagi.
Semua berita yang kita konsumsi ini sangat menyesakkan, memicu rasa khawatir, kesedihan, memunculkan "trust issue", menghilangkan rasa keamanan dan kenyamanan
Peristiwa kekerasan yang dilakukan pada seseorang tentunya memberikan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan pada setiap orang yang menjadi korban ataupun yang mendengar dan menyaksikan. Semua manusia yang humanis tentunya setuju bahwa perilaku kekerasan tidak dibenarkan dengan alasan apa pun juga.
Bagaimana Perilaku Kekerasan Terjadi ?
Sebuah perilaku kekerasan/agresivitas adalah sebuah proses yang kompleks yang terjadi di dalam otak. Apa yang terjadi dalam otak adalah proses neurobiologi yang menyebabkan suatu perilaku kekerasan terjadi? Ada dua bagian penting otak yang berperan yaitu :
1. Top Down (Brake/rem)
Bagian otak di area prefrontal cortex, bagian otak sebelah depan yang berfungsi sebagai pembuat keputusan, kontrol diri, pikiran rasional, logis dan pertimbangan
2. Bottom Up (Drive/gas)
Bagian otak tengah yaitu amigdala, yang dikenal sebagai sebagai pusat emosi/perasaan
Di dalam area otak ini terdapat struktur, sirkuit saraf, neurotransmiter (zat kimia di otak) dan proses fisiologisnya.
Kegagalan maturitas dan kerusakan pada sirkuit saraf di otak ini dapat menyebabkan terjadinya kegagalan pada dua area otak tersebut. Bagian otak prefrontal cortex gagal menjalankan fungsinya mengontrol perilaku dan kontrol diri. Bagian otak amigdala menjadi hiperresponsif sehingga ada trigger sedikit saja langsung memicu emosional. Ini semualah yang kemudian berujung pada terjadinya sebuah perilaku kekerasan/agresivitas. Ditambah dengan memori yang traumatis yang tersimpan di area hipokampus membuat adanya 'trigger' yang mengingatkan peristiwa tidak menyenangkan dapat memicu kemarahan dan agresivitas.
Kegagalan maturitas otak dapat berujung pada perilaku kekerasan termasuk kekerasan seksual.
Gangguan Seksualitas Parafilia
Sebuah gangguan kejiwaan yang ditandai adanya hasrat seksual yang aneh, tidak wajar yang melibatkan benda, bagian tubuh, atau situasi tertentu. Hasrat, fantasi, impuls dan dorongan seksual tersebut menjadi perilaku seksual yang intens dan berulang selama minimal 6 bulan dan menyebabkan penderitaan, masalah, gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, kehidupan sehari hari, merusak relasi dan membahayakan bagi orang lain.
Jenis Gangguan Parafilia
Menurut DSM V (Diagnostic Statistical Manual) ada beberapa jenis Gangguan Parafilia adalah sebagai berikut.
- Voyeurisme: mengamati, mengintip, memotret, mengambil video, seseorang yang sedang telanjang, membuka pakaian atau melakukan aktivitas seksual
- Eksibisionisme: memperlihatkan alat kelamin kepada orang lain
- Frotteurisme: menyentuh atau menggesekkan alat kelamin ke tubuh orang lain
- Masokisme: mendapatkan kepuasan seksual dengan diikat, disiksa, dipukul atau menderita
- Sadokisme: mendapatkan kepuasan seksual dengan menyiksa, memukul, mengikat membuat orang lain menderita
- Pedofilia: melakukan aktivitas seksual pada anak praremaja (biasanya berusia 13 tahun atau lebih muda)
- Fetisisme: ketertarikan seksual terhadap benda mati atau bagian tubuh tertentu. Contoh fetisisme tertentu meliputi somnofilia (gairah seksual pada orang yang tidak sadar) dan urofilia (mendapatkan kenikmatan seksual dari melihat atau memikirkan urin atau buang air kecil).
- Transvestisme: memakai pakaian dari lawan jenis untuk mendapatkan kepuasan seksual
Penyebab Gangguan Parafilia
Gangguuan seksual parafilia disebabkan oleh hal-hal berikut ini.
- Genetika, faktor biologi, kromosom dan hormonal
- Penggunaan Narkoba
- Pola asuh orang tua yang otoriter, permisif dan neglected
- Peristiwa traumatis, menjadi korban kekerasan seksual, pelecehan, perundungan
- Lingkungan, pergaulan yang mengarahkan munculnya perilaku seksual yang menyimpang
- Tontonan di internet, media sosial terkait pornografi dan berbagai perilaku seksual
Dampak Korban Kekerasan Seksual
Apabila tidak teratasi dengan baik maka korban kekerasan seksual dapat mengalami berbagai gangguan kejiwaan seperti
- PSTD (post traumatic stress disorder/gangguan stres pascatrauma)
- Depresi
- Aansietas (kecemasan)
- Psikotik (gangguan dalam menilai realitas, ditandai dengan adanya halusinasi dan /delusi/waham)
- Gangguan seksualitas, dll.
Penanganan yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan oleh orang yang mengalami kekerasan seksual agar bisa cepat pulih. Harapan untuk pulih cukup besar apabila segera diberikan penanganan oleh profesional yang memiliki kompetensi seperti psikiater, perawat jiwa, psikolog, konselor dan pekerja sosial.
Kesehatan jiwa korban kekerasan seksual menjadi prioritas penanganan kasus ini. Setiap laporan kejadian kekerasan seksual perlu di respons segera agar kesehatan jiwa korban bisa terjaga baik.
Terapi untuk Korban Kekerasan Seksual
- Psikoterapi suportif, reedukatif, rekonstruktif
- Psikofarmaka (obat antidepresan, anti-ansietas, antipsikotik, mood stabilizer)
- Rehabilitasi Psikososial
- Transcranial Magnetic Stimulation, Neurofeedback
- Support system, dukungan dari keluarga, masyarakat, dan lingkungan sekitar
Tips Mencegah Perilaku Kekerasan Seksual
1. Hindari situasi yang membahayakan, upayakan bepergian dengan pendamping bila di tempat yang sepi, hindari minum alkohol dan obat terlarang yang dapat membuat kondisi kesadaran menurun
2. Berikan batasan yang tegas pada sikap dan perilaku orang yang tidak menyenangkan secara seksual. Sampaikan dengan asertif bahwa Anda tidak nyaman diperlakukan seperti itu dan segera tinggalkan tempat tersebut atau minta pertolongan orang lain saat keadaan tidak berubah. Bila diperlukan berteriak dan berlari ke tempat yang aman
3. Ajarkan pada anak materi seksualitas sedini mungkin, seperti :
- Tidak seorang pun boleh melihat dan menyentuh area pribadi tubuhnya seperti mulut, dada, bokong dan kemaluan
- Tidak ada seorang pun boleh menyuruh atau memaksa untuk melihat dan menyentuh area pribadi milik orang tersebut
- Tidak seorang pun boleh memperlihatkan foto, video yang tidak senonoh
4. Ajarkan anak untuk terbuka dengan apa yang dialaminya terutama bila perilaku kekerasan seksual yang dialaminya dan mereka akan aman bila bercerita pada orang tuanya
5. Kenali orang dewasa yang ada di sekitar anak-anak, pastikan mereka berada di lingkungan yang aman dari risiko perilaku kekerasan seksual
6. Monitor bacaan, tontonan, dan gim anak dan remaja. Pastikan tidak ada yang berbau pornografi
7. Ajarkan anak dan remaja untuk menghargai dan menghormati teman dan orang lain dengan cara tidak berperilaku kasar terutama yang berhubungan dengan seksualitas.
8. Pastikan lingkungan sekolah, kampus, tempat kerja dan lainnya terawasi oleh kamera pengawas sehingga tindakan perilaku yang tidak baik dapat terdeteksi
9. Waspada dan deteksi dini perubahan emosi, sikap dan perilaku yang mendadak karena bisa jadi merupakan tanda telah ada perilaku kekerasan seksual yang dialami
10. Segera konsultasikan ke profesional kesehatan jiwa apabila ada anggota keluarga, teman atau relasi yang mengalami kekerasan seksual agar trauma psikologis yang dialami dapat segera ditangani